Satu per satu perahu kecil itu merapat ke bibir sungai Martapura, Kalimantan Selatan. Pagi pagi buta, ibu ibu paruh baya di atas perahu sudah sibuk mengatur jualannya. Inilah pasar apung yang menjadi icon kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Masih ingat seorang ibu pakai kebaya berkerudung tipis warna putih di atas perahu mengacungkan jempol di salah satu stasiun TV swasta. Kemudian terkenal dengan …….OK. Nah itu lokasinya di atas perahu pasar terapung muara sungai Kuin tepian sungai Barito, Kalimantan Tengah. Bumi borneo memang tenar dengan pasar apung.

Rata-rata perahu-perahu itu menjual aneka macam buah-buahan produk lokal. Hanya satu dua perahu jual sayur, penganan, kue-kue khas lokal. Pasar terapung ada beberapa titik, pasar terapung originalnya di Lok Baintan Sungai Martapura, juga ada di Kuin tepian sungai Barito.

Hanya saja perjalanan ke lokasi agak jauh, sebut salah seorang LO kegiatan Porwanas di kota Banjarmasin. Ke lokasi pasar terapung bisa ditempuh dengan dua jalur, menyusuri sungai dengan perahu atau lewat darat, namun agak lama sekira satu jam perjalanan dari kota Banjarmasin. Naik perahu ongkosnya 350 rupiah sekali jalan.

Kota yang dibelah sungai ini, warganya sudah heterogen. Taman kota Siring dan menara pandang jadi destinasi menarik di hari Minggu. Warga dari berbagai etnis, Banjar, Tionghoa dan suku lainnya berbaur di tepi sungai Martapura ini. Ada yang joging, senam atau sekadar datang untuk menikmati kuliner khas banjar.

Buahnya segar-segar, bahkan ada buah yang dijajakan masih terikat dengan tangkainya. Warnanya masih fresh. Ada jeruk manis menguning, buah sawo, jambu dan pisang dari berbagai jenis, mulai yang hijau, kuning hingga warna ungu.

Pasar terapung di sungai Martapura ini hanya sekali seminggu, hari Minggu. Itupun bukanya pagi sampai pukul 10.00. Kalau mau menikmati pasar terapung datangnya  harus lebih pagi. Kecuali di Lok Baian ramai setiap pagi.

Di sekitar pasar apung ada Joging track, Taman Siring kota Banjarmasin di sisi sungai Martapura ini dihubungkan dua jembatan besar. Di kedua sisi juga dibangun sebuah menara pandang untuk menyaksikan kota seribu sungai ini di atas ketinggian.

Warga benar-benar sudah menyatu dengan sungai. Sepanjang bantaran sungai padat pemukiman jaraknya tak cukup satu meter dari permukaan air. Bagaimana dengan banjir. Jarang  banjir di sini, semuanya baik-baik saja, sebut Asi,  gadis belia berwajah banjar di ujung jembatan dekat pintu masuk pasar.